Jumat, 07 November 2014

Tugas Manajemen 2



Teori Motivasi dalam Menggerakan Proses Kerja Karyawan
1.  Teori Motivasi Tata Tingkat Kebutuhan dari Maslow
Teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow mungkin merupakan teori motivasi kerja yang paling luas dikenal. Maslow selanjutnya mengajukan bahwa ada lima kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial, harga diri, dan aktualisasi diri.

Menurut Maslow, individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Kebutuhan pada tingkat berikutnya yang lebih tinggi menjadi dominan. Dua tingkat kebutuhan dapat beroperasi pada waktu yang sama, tetapi kebutuhan pada tingkat lebih rendah yang dianggap menjadi motivator yang lebih kuat dari perilaku.

a.  Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi fisiologis badan kita, seperti kebutuhan untuk makan dan minum, kebutuhan akan udara segar (oksigen). Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Misalnya dalam bekerja dibutuhkan waktu untuk istirahat sejenak.
b. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan yang mencakup  rasa untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Dalam bekerja misalnya dibutuhkan safety perlengkapan agar terhindar dari kecelakaan kerja.
c. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, dan rasa memiliki. Setiap orang ingin menjadi anggota kelompok sosial, ingin mempunyai teman. Dalam bekerja kita jumpai kelompok informal yang merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sosial seorang tenaga kerja.
d.    Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan harga diri yang meliputi dua jenis: Yang pertama mencakup faktor-faktor internal, seperti kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, dan kompetensi. Sedangkan  yang kedua mencakup faktor-faktor eksternal kebutuhan yang menyangkut reputasi seperti mencakup kebutuhan untuk dikenali dan diakui statusnya. Dalam pekerjaan kebutuhan harga diri ini dapat terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Dan juga keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya.
e.    Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Mislanya dalam bekerja, Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh. Dan menekankan kebebasan dalam melaksanakan tugas pekerjaanya.

2.  Teori Motivasi Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi yang dikembangkan oleh Herzberg. Ia menemukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu:
a.    Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja.
b.  Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
c.    Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya.
d. Capaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
e.   Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk kerjanya.
Jika faktor-faktor tersebut tidak ada, tenaga kerja menurut Herzberg, merasa not satisfied (tidak lagi puas), yang berbeda  dari dissatisfied (tidak puas).

Kelompok faktor yang lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, dan meliputi faktor-faktor:
a. Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan ynag berlaku dalam perusahaan.
b.  Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.
c.    Gaji, derajat kewajaran gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk kerjanya.
d.  Hubungan antarpribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
e.    Kondisi kerja, derajat keseuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya.

Kelompok faktor ini dinamakan kelompok hygiene. Kalau faktor-faktor dirasakan kurang atau tidak diberikan, maka tenaga kerja akan merasa tidak puas (dissatisfied). Tenaga kerja akan banyak mengeluh. Jika faktor-faktor hygiene dirasakan ada atau diberikan, maka yang timbul bukanlah kepuasan kerja, tetapi menurut Herzberg, not dissatisfied atau tidak lagi puas.
Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok faktor motivator cenderung merupakan faktor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif, sedangkan faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok hygiene cenderung menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif.
  
3.  Teori Motivasi Berprestasi dari McClelland
Teori motivasi berprestasi dikembangkan oleh David McClelland. Sebenarnya lebih tepat teori ini disebut teori kebutuhan  dari McClelland, karena ia tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), tapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa (need for power), dan kebutuhan untuk berafiliasi/berhubungan (need for affiliation).
                                                        
Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement). Ada sementara orang yang memilki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efesien dibandingkan hasil sebelumnya. Dorongan ini disebut kebutuhan untuk berprestasi (the achievement need = nAch). Mereka yang memilki kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana mereka memilki tanggung jawab pribadi, akan memperoleh balikan dan tugas pekerjannya memilki risiko yang sedang (moderate).

Kebutuhan untuk berkuasa (need for power). Kebutuhan untuk berkuasa ialah adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain. Orang dengan kebutuhan untuk berkuasa yang besar menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana mereka menjadi pemimpin, dan mereka berupaya mempengaruhi orang lain. Hasil penelitian menunjukan para eksekutif puncak, para manjer, memiliki kebutuhan untuk berkuasa yang besar.

Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation). Kebutuhan ini yang paling sedikit mendapat perhatian dan paling sedikit diteliti. Orang-orang dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi ialah orang-orang yang berusaha mendapatkan persahabatan. Mereka ingin disukai oleh orang lain. Mereka lebih menyukai situasi-situasi kooperatif dari situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan saling pengertian dalam derajat yang tinggi. Mereka akan berusaha untuk menghindari konflik.


Pola Kepemimpinan Otokratik, Demokratik, dan Laissez faire (permisif).
a.  Otokratik
Dalam kepemimpinan ini, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota - anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Batasan kekuasaan dari pemimpin otoriter hanya dibatasi oleh undang - undang. Bawahan hanya bersifat sebagai pembantu, kewajiban bawahan hanyalah mengikuti dan menjalankan perintah dan tidak boleh membantah atau mengajukan saran. Mereka harus patuh dan setia kepada pemimpin secara mutlak.
n  Kelebihan tipe kepemimpinan Otoriter:
Seorang pemimpin otoriter biasanya bersifat pekerja keras dan memiliki disiplin tinggi. Penentuan keputusan lebih cepat karena tidak menggunakan musyawarah atau diskusi. Langkah – langkahnya penuh perhitungan dan sistematis, Ketepatan serta ketegasan dalam pembuatan keputusan dan bertindak sehingga untuk sementara mungkin produktivitas dapat naik.
n  Kekurangan tipe kepemimpinan Otoriter:
Suasana kaku antara atasan dan bawahan. Bawahan tidak memiliki kesempatan untuk mengemukakan pendapat atau ide-ide baru. kurangnya komunikasi antara pimpinan dan bawahan. Bawahan kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Sehingga dapat menimbulkan permusuhan diantara dua pihak.
n  Situasi yang tepat untuk menerapkan pola kepemimpinan otoriter
Pada saat pekerja tidak menyelesaikan tugasnya dengan baik, dan juga sering menunda-nunda pekerjaan serta tidak disiplin dalam peraturan yang ada. Otoriter cocok untuk pekerja yang memiliki kompetensi rendah.

b.  Demokratik
Seorang pemimpin mau ikut bergabung ditengah bawahannya. Hubungannya dengan bawahan bukan seperti majikan dengan bawahan, tetapi lebih seperti saudara. Dalam melaksanakan tugasnya ia mau mendengarkan pendapat dan saran dari orang lain. Ia juga mempercayai anggota karyawan yang lain bahwa mereka mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik dan bertanggung jawab.
n  Kelebihan tipe kepemimpinan Demokratik:
Kepemimpinan demokratis dapat menampung aspirasi dan keinginan bawahan sehingga dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap organisasi pada pekerjaan. Pemimpin juga mendahulukankepentingan perusahaan daripada kepentingan sendiri
n  Kekurangan tipe kepemimpinan Demokratik:
Pemimpin memberikan kesempatan dan hak yang luas kepada bawahannya, maka mereka memiliki banyak sekali pendapat yang berbeda, sehingga menyulitkan pemimpin untuk menentukan pendapat yang sesuai dan yang tidak menyetujui kesepakatan yang ada. Proses pengambilan keputusan membutuhkan waktu yang lebih banyak serta sulit untuk mencapai kesepakatan
n  Situasi yang tepat untuk menerapkan pola kepemimpinan demokratik
Pada pekerja yang memiliki kompetensi tinggi, misalnya pada pekerja yang memiliki ide/pendapat yang menarik.

c.   Permisif (Laissez-faire)
Pemimpin membiarkan bawahannya melakukan tugas pekerjaanya tanpa ada koreksi dan pengawasan dari dirinya. Mutu unjuk kerjanya seluruhnya merupakan tanggung jawab bawahannya tanpa petunjuk atau saran dari pemimpin.
n  Kelebihan tipe kepemimpinan Permisif (Laissez-faire):
Keputusannya bebas hanya berdasarkan keputusan dari anggota, tidak ada dominasi dari seorang pemimpin.
n  Kekurangan tipe kepemimpinan Permisif (Laissez-faire):
Pemimpin sama sekali tidak memberikan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas sepenuhnya diserahkan kepada bawahannya tanpa adanya saran dari seorang pemimpin. Mudah terjadi kekacauan dan tingkat keberhasilan anggota atau kelompok disebabkan karena kesadaran dan dedikasi anggota kelompok, bukan karena pengaruh dari pemimpin.
n  Situasi yang tepat untuk menerapkan pola kepemimpinan Permisif (Laissez-faire)
Pada pekerja yang memiliki kompetensi dan komitmen yang tinggi. Seperti pada seorang pekerja yang tepat waktu dalam menyelesaikan tugas, pekerja yang konsisten dalam berbicara, dan pada pekerja yang sering mengeluarkan saran maupun pendapat yang cemerlang.