Teori Motivasi dalam Menggerakan Proses Kerja
Karyawan
1. Teori Motivasi Tata Tingkat Kebutuhan dari Maslow
Teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow mungkin merupakan teori
motivasi kerja yang paling luas dikenal. Maslow selanjutnya mengajukan bahwa
ada lima kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial,
harga diri, dan aktualisasi diri.
Menurut Maslow, individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum
dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Kebutuhan pada
tingkat berikutnya yang lebih tinggi menjadi dominan. Dua tingkat kebutuhan
dapat beroperasi pada waktu yang sama, tetapi kebutuhan pada tingkat lebih
rendah yang dianggap menjadi motivator yang lebih kuat dari perilaku.
a. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang timbul berdasarkan
kondisi fisiologis badan kita, seperti kebutuhan untuk makan dan minum,
kebutuhan akan udara segar (oksigen). Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi. Misalnya dalam bekerja dibutuhkan waktu untuk
istirahat sejenak.
b. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan yang mencakup rasa untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman
fisik. Dalam bekerja misalnya dibutuhkan safety perlengkapan agar terhindar
dari kecelakaan kerja.
c. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang mencakup memberi dan
menerima persahabatan, cinta kasih, dan rasa memiliki. Setiap orang ingin
menjadi anggota kelompok sosial, ingin mempunyai teman. Dalam bekerja kita
jumpai kelompok informal yang merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
sosial seorang tenaga kerja.
d. Kebutuhan harga diri (esteem
needs) adalah kebutuhan harga diri yang meliputi dua jenis: Yang pertama
mencakup faktor-faktor internal, seperti kebutuhan harga diri, kepercayaan
diri, dan kompetensi. Sedangkan yang
kedua mencakup faktor-faktor eksternal kebutuhan yang menyangkut reputasi
seperti mencakup kebutuhan untuk dikenali dan diakui statusnya. Dalam pekerjaan
kebutuhan harga diri ini dapat terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan
keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Dan juga keinginan untuk didengar dan
dihargai pandangannya.
e. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk melakukan
pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Mislanya dalam bekerja,
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat
merealisasikan potensinya secara penuh. Dan menekankan kebebasan dalam
melaksanakan tugas pekerjaanya.
2. Teori Motivasi Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi yang dikembangkan oleh Herzberg. Ia menemukan
bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan
faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang
menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator, mencakup
faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor
intrinsik dari pekerjaan yaitu:
a. Tanggung jawab (responsibility),
besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga
kerja.
b. Kemajuan (advancement),
besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
c. Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan
tenaga kerja dari pekerjaannya.
d. Capaian (achievement),
besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
e. Pengakuan (recognition),
besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk
kerjanya.
Jika
faktor-faktor tersebut tidak ada, tenaga kerja menurut Herzberg, merasa not satisfied (tidak lagi puas), yang
berbeda dari dissatisfied (tidak puas).
Kelompok faktor
yang lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari
pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, dan meliputi
faktor-faktor:
a. Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang
dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan ynag berlaku dalam
perusahaan.
b. Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima
oleh tenaga kerja.
c. Gaji, derajat kewajaran gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk
kerjanya.
d. Hubungan antarpribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam
berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
e. Kondisi kerja, derajat keseuaian kondisi kerja dengan proses
pelaksanaan tugas pekerjaannya.
Kelompok faktor
ini dinamakan kelompok hygiene. Kalau faktor-faktor dirasakan kurang atau tidak
diberikan, maka tenaga kerja akan merasa tidak puas (dissatisfied). Tenaga kerja akan banyak mengeluh. Jika
faktor-faktor hygiene dirasakan ada
atau diberikan, maka yang timbul bukanlah kepuasan kerja, tetapi menurut
Herzberg, not dissatisfied atau tidak
lagi puas.
Faktor-faktor
yang termasuk dalam kelompok faktor motivator cenderung merupakan faktor-faktor
yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif, sedangkan
faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok hygiene
cenderung menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif.
3. Teori Motivasi Berprestasi dari McClelland
Teori motivasi berprestasi dikembangkan oleh David McClelland.
Sebenarnya lebih tepat teori ini disebut teori kebutuhan dari McClelland, karena ia tidak saja
meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), tapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa (need for power), dan kebutuhan untuk
berafiliasi/berhubungan (need for
affiliation).
Kebutuhan untuk berprestasi (need
for achievement). Ada sementara orang yang memilki dorongan yang kuat untuk
berhasil. Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efesien
dibandingkan hasil sebelumnya. Dorongan ini disebut kebutuhan untuk berprestasi
(the achievement need = nAch). Mereka yang memilki kebutuhan untuk
berprestasi yang tinggi lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana mereka
memilki tanggung jawab pribadi, akan memperoleh balikan dan tugas pekerjannya
memilki risiko yang sedang (moderate).
Kebutuhan untuk berkuasa (need
for power). Kebutuhan untuk berkuasa ialah adanya keinginan yang kuat untuk
mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki
dampak terhadap orang lain. Orang dengan kebutuhan untuk berkuasa yang besar
menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana mereka menjadi pemimpin, dan mereka
berupaya mempengaruhi orang lain. Hasil penelitian menunjukan para eksekutif
puncak, para manjer, memiliki kebutuhan untuk berkuasa yang besar.
Kebutuhan untuk berafiliasi (need
for affiliation). Kebutuhan ini yang paling sedikit mendapat perhatian dan
paling sedikit diteliti. Orang-orang dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang
tinggi ialah orang-orang yang berusaha mendapatkan persahabatan. Mereka ingin
disukai oleh orang lain. Mereka lebih menyukai situasi-situasi kooperatif dari
situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan
saling pengertian dalam derajat yang tinggi. Mereka akan berusaha untuk
menghindari konflik.
Pola Kepemimpinan Otokratik, Demokratik, dan Laissez faire (permisif).
a. Otokratik
Dalam kepemimpinan ini, pemimpin bertindak
sebagai diktator terhadap anggota - anggota kelompoknya. Baginya memimpin
adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Batasan kekuasaan dari pemimpin
otoriter hanya dibatasi oleh undang - undang. Bawahan hanya bersifat sebagai
pembantu, kewajiban bawahan hanyalah mengikuti dan menjalankan perintah dan
tidak boleh membantah atau mengajukan saran. Mereka harus patuh dan setia
kepada pemimpin secara mutlak.
n
Kelebihan
tipe kepemimpinan Otoriter:
Seorang pemimpin otoriter biasanya bersifat pekerja
keras dan memiliki disiplin tinggi. Penentuan keputusan lebih cepat karena
tidak menggunakan musyawarah atau diskusi. Langkah – langkahnya penuh
perhitungan dan sistematis, Ketepatan serta ketegasan dalam pembuatan keputusan
dan bertindak sehingga untuk sementara mungkin produktivitas dapat naik.
n
Kekurangan
tipe kepemimpinan Otoriter:
Suasana kaku antara atasan dan bawahan. Bawahan
tidak memiliki kesempatan untuk mengemukakan pendapat atau ide-ide baru. kurangnya
komunikasi antara pimpinan dan bawahan. Bawahan kurang dilibatkan dalam
pengambilan keputusan. Sehingga dapat menimbulkan permusuhan diantara dua
pihak.
n
Situasi yang tepat untuk menerapkan pola
kepemimpinan otoriter
Pada saat pekerja
tidak menyelesaikan tugasnya dengan baik, dan juga sering menunda-nunda
pekerjaan serta tidak disiplin dalam peraturan yang ada. Otoriter cocok untuk
pekerja yang memiliki kompetensi rendah.
b. Demokratik
Seorang pemimpin
mau ikut bergabung ditengah bawahannya. Hubungannya dengan bawahan bukan
seperti majikan dengan bawahan, tetapi lebih seperti saudara. Dalam
melaksanakan tugasnya ia mau mendengarkan pendapat dan saran dari orang lain.
Ia juga mempercayai anggota karyawan yang lain bahwa mereka mempunyai kesanggupan bekerja
dengan baik dan bertanggung jawab.
n
Kelebihan tipe
kepemimpinan Demokratik:
Kepemimpinan
demokratis dapat menampung aspirasi dan keinginan bawahan sehingga dapat
menumbuhkan rasa memiliki terhadap organisasi pada pekerjaan. Pemimpin juga
mendahulukankepentingan perusahaan daripada kepentingan sendiri
n
Kekurangan tipe
kepemimpinan Demokratik:
Pemimpin
memberikan kesempatan dan hak yang luas kepada bawahannya, maka mereka memiliki
banyak sekali pendapat yang berbeda, sehingga menyulitkan pemimpin untuk
menentukan pendapat yang sesuai dan yang tidak menyetujui kesepakatan yang ada.
Proses pengambilan keputusan membutuhkan waktu yang lebih banyak serta sulit
untuk mencapai kesepakatan
n
Situasi yang tepat untuk menerapkan pola
kepemimpinan demokratik
Pada pekerja yang
memiliki kompetensi tinggi, misalnya pada pekerja yang memiliki ide/pendapat
yang menarik.
c.
Permisif (Laissez-faire)
Pemimpin
membiarkan bawahannya melakukan tugas pekerjaanya tanpa ada koreksi dan
pengawasan dari dirinya. Mutu unjuk kerjanya seluruhnya merupakan tanggung
jawab bawahannya tanpa petunjuk atau saran dari pemimpin.
n
Kelebihan tipe
kepemimpinan Permisif (Laissez-faire):
Keputusannya
bebas hanya berdasarkan keputusan dari anggota, tidak ada dominasi dari seorang
pemimpin.
n
Kekurangan tipe kepemimpinan Permisif (Laissez-faire):
Pemimpin sama
sekali tidak memberikan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas
sepenuhnya diserahkan kepada bawahannya tanpa adanya saran dari seorang
pemimpin. Mudah terjadi kekacauan dan tingkat keberhasilan anggota atau
kelompok disebabkan karena kesadaran dan dedikasi anggota kelompok, bukan
karena pengaruh dari pemimpin.
n
Situasi yang tepat untuk menerapkan pola
kepemimpinan Permisif (Laissez-faire)
Pada pekerja yang
memiliki kompetensi dan komitmen yang tinggi. Seperti pada seorang pekerja yang
tepat waktu dalam menyelesaikan tugas, pekerja yang konsisten dalam berbicara, dan
pada pekerja yang sering mengeluarkan saran maupun pendapat yang cemerlang.